oleh

Ketaatan Istri Kepada Suami Dalam Hukum Islam

Ketaatan Istri Kepada SuaminyaKetaatan Istri Kepada Suaminya

Hukum istri lebih mementingkan keluarganya daripada suami akan tergambar dalam ketaatan istri kepada suami. Sebab, setelah wali isteri menyerahkan kepada suami, maka kewajiban taat kepada suami menjadi hak tertinggi yang harus dipenuhi, setelah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Dikutip dari Islamidia, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang perempuan sujud kepada suaminya,. (HR Tirmidzi no 1159, dinilai oleh al Albani sebagai hadits hasan shahih).

Sujud merupakan bentuk ketundukan, sehingga hadits tersebut mengandung makna bahwa suami mendapatkan hak terbesar atas ketaatan isteri. Sedangkan kata: “Seandainya aku boleh…,” menunjukkan bahwa sujud kepada manusia tidak boleh (dilarang) dan hukumnya haram.

Istri harus taat kepada suaminya dalam hal-hal ma’ruf atau yang mengandung kebaikan dalam agama. Misalnya ketika diajak untuk bersetubuh, diperintahkan untuk shalat, berpuasa, shadaqah, dan bentuk-bentuk perintah lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan syari’at.

Saat taat pada suami, istri juga akan diberi pahala surga. Rasulullah SAW bersabda: “Apabila seorang isteri mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya (menjaga kehormatannya), dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk Surga dari pintu mana saja yang dikehendakinya”.

Dalam Islam, istri bahkan dilarang berpuasa sunnat kecuali dengan izin suaminya, apabila suami berada di rumahnya. Ini menunjukkan bahwa apapun yang dilakukan istri, harus mendapatkan izin dari suami. Hal ini berdasarkan hadits Nabi SAW:

“Tidak boleh seorang perempuan puasa (sunnat) sedangkan suaminya ada (tidak safar) kecuali dengan izinnya. Tidak boleh ia mengizinkan seseorang memasuki rumahnya kecuali dengan izinnya dan apabila ia menginfakkan harta dari usaha suaminya tanpa perintahnya, maka separuh ganjarannya adalah untuk suaminya.”

Dalam hadits ini seorang istri dilarang puasa sunnat tanpa izin dari suami dan sifatnya haram dilakukan. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullaah mengatakan: “Dalam hadits ini terdapat petunjuk bahwa hak suami lebih utama dari amalan sunnah, karena hak suami merupakan kewajiban bagi istri. Melaksanakan kewajiban harus didahulukan daripada melaksanakan amalan sunnah,”

Komentar

Realita Lampung