Romi Maulana; Perkara Perceraian Didominasi Masalah Ekonomi

Realita Lampung – Angka perceraian di Pengadilan Agama Kelas 1 B Gunung Sugih tertinggi se-Provinsi Lampung. Dari semua perkara gugatan perceraian yang masuk, tercatat masalah ekonomi mendominasi faktor penyebab terjadinya perceraian.

Humas Pengadilan Agama Kelas 1 B Gunung Sugih, Romi Maulana mengungkapkan, periode bulan April 2021 tercatat total 1055 perkara yang didaftarkan. Kurun waktu tahun 2020 lalu, tercatat ada 2666 perkara yang diterima Pengadilan Agama setempat.

“Dari semua perkara gugatan perceraian yang didaftarkan didominasi oleh perkara perceraian,” jelas Romi Maulana, diruang kerjanya Senin (08/06/2021).

Romi Maulana Humas Pengadilan Agama Gunung Sugih, Lampung Tengah, foto : Welly Dirgantara.

Dikatakan Romi, kewenangan Pengadilan Agama tidak hanya masalah perceraian. Ada kewenangan lain seperti dispensasi kawin, masalah waris dan penetapan ahli waris, pembagian harta bersama, hak asuh anak. Kewenangan terbaru adalah masalah ekonomi syariah.

Perkara perceraian yang masuk hampir setiap tahun didominasi oleh pihak perempuan atau istri. Faktor yang menjadi penyebab terjadinya perceraian didasari oleh banyak faktor. Ada faktor ekonomi, ada faktor pihak ketiga atau perselingkuhan, ada juga faktor kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), ada juga dan lain-lain.

“Yang paling banyak adalah masalah ekonomi. Kemungkinan ada keterkaitan dengan pandemi ini,” ujar Romi.

Dilanjutkan Romi, faktor penyebab terjadinya perceraian karena masalah ekonomi setiap tahunnya paling banyak dibanding faktor lainnya. Tapi semenjak pandemi ini menambah kuat alasan terjadinya perceraian.

Untuk gugatan harta bersama (gono-goni) cukup banyak. Biasanya gugatan gono-goni itu di include dalam gugatan perceraian kemudian di akumulasi dengan pembagian harta gono-goni. Tapi ada juga yang terpisah. Setelah sudah bercerai dan dapat akta cerai, mereka mengajukan gugatan baru.

Masih kata Romi, berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor I Tahun 2016, jo Pasal 82 UU Pengadilan Agama Nomor 7 Tahun 1989, jz perubahan kedua Nomor 50 Tahun 2009, setiap perkara yang didaftarkan, ditangani dan diperiksa oleh pengadilan agama yang ada unsur sengketanya wajib di mediasi. Setiap sesi persidangan majelis Hakim wajib menasehati dan mendamaikan para pihak.

Ketika perkara masuk dinasehati oleh Majelis Hakim. Setalah dinasehati kemudian litigasi, ada juga non litigasi atau media. Setelah mediasi ada yang berhasil dan mencabut gugatan.

Tapi secara persentasi jumlahnya memang biasanya tidak banyak. Karena masalah perceraian adalah masalah hati,” pungkasnya. (Willy Dirgantara)

Komentar