Diduga Wanprestasi Kakam Digugat

LAMPUNG TENGAH (RL) : Seorang Kepala Kampung digugat sebuah firma hukum, karena diduga melakukan perbuatan wanprestasi yang telah disepakati dalam sebuah MoU. Disebut-sebut, MoU dimaksud membuat Kementerian Sekretariat Negara bereaksi. Sejumlah pejabat Pemkab Lampung Tengah sangat berhati-hati menanggapi setiap pertanyaan terkait MoU itu. Ada apa dibalik MoU tersebut?

Gugatan firma hukum Tosa & Partner’s kepada Kepala Kampung Poncowati Gunawan Pakpahan menjadi perbicangan hangat di Kalangan kepala kampung di Kabupaten Lampung Tengah. Gugatan tersebut didaftarkan di Pengadilan Negeri Gunung Sugih. Dalam materi gugatannya, Tosa & Partner’s meminta Kepala Kampung Poncowati Gunawan Pakpahan membayar kerugian materi sebesar 5 juta rupiah dan kerugian immaterial 103.750.000 juta rupiah. Tosa & Partner’s juga menyeret Camat Terbanggi Besar sebagai Turut Tergugat I dan Inspektorat Kabupaten Lampung Tengah sebagai Turut Tergugat II.

Kakam Poncowati Gunawan Pakpahan

Sebelum gugatan tersebut bergulir ke meja hijau, Tosa & Partner’s adalah firma hukum yang menjadi pendamping hukum sebanyak 280 Kakam di Kabupaten Lampung Tengah. Kakam Poncowati Gunawan Pakpahan termasuk salah satunya. Para Kakam tersebut menjalin kerjasama dengan firma hukum Tosa & Partner’s yang dituangkan dalam sebuah Memorandum of Undestanding (MoU).

Dalam MoU kolektif tersebut tersebut, disebutkan bahwa Tosa & Partner’s memberikan jasa pendampingan hukum kepada para Kakam. Dan para Kakam diwajibkan membayar uang 5 juta rupiah sebagai konsekuensi Lawyer fee yang menjadi bagian dari kesepakatan tertulis di MoU.

Direktur Tosa and Partner’s Tua Alpaolo Harahap, SH kepada awak media menceritakan kronologis awal mula sebelum gugatan tersebut didaftarkan di Pengadilan Negeri Gunung Sugih. Sembari mengingat-ingat, Alpa panggilan akrab Tua Alpaolo Harahap menuturkan, antara bulan April atau Mei Tahun 2020 lalu kami menawarkan kerjasama dengan para kepala kampung.

Kami melakukan expose ke Kantor Kecamatan Terbanggi Besar, dengan menawarkan kerjasama untuk memberikan jasa bantuan hukum. Camat memfasilitasi pertemuan dengan para kepala kampung. Kebetulan dihari yang sama Camat dan kepala kampung sedang ada pertemuan. Setelah pertemuan tersebut kami diberikan kesempatan untuk memaparkan tawaran kerjasama tersebut.

Latar belakang kerjasama itu adalah memberi garansi bahwa kami menyiapkan perangkat, personil, dan memberikan bantuan hukum 24 jam. Kisah yang pernah kami dengar dari kepala kampung, seringkali mereka berbenturan dengan masalah hukum. Mereka (para kepala kampung) butuh rekan untuk konsultasi hukum termasuk pendampingan.

“Setelah pemaparan kawan-kawan kepala kampung menyetujui. Kerjasama tersebut dituangkan dalam Memorandum of Undestanding (Mou),” ujarnya.

Ditanya pendampingan itu hanya menyangkut masalah kelembagaan atau juga termasuk masalah pribadi, Alpa dengan sigap menjawab, semuanya. Tapi masalah pribadi itu nanti diluar bentuk kerjasama tersebut. Dia mencontohkan sebuah peristiwa hukum seorang Kakam di Kecamatan Anak Ratu Aji. Ketika itu Kakam dimaksud diduga menganiaya seorang warga dan Tosa & Partner’s menjadi penasehat hukumnya.

“Memang ada kaitan dengan pemerintah, tapi jatuhnya itu pribadi. Tetap kami dampingi tapi hitungan yang berbeda. Karena ruang lingkup perjanjian itu di pemerintahan. Setiap kebijakan yang jadi kontra, dipersoalkan oleh pihak lain itu yang kita lindungi”, ujarnya di Kantor firma hukum Tosa & Partner’s, di Kelurahan Yukum Jaya, Senin (05/07/2021).

Masih kata Alpa, Kakam Poncowati juga pernah meminta pendampingan hukum kepada pihaknya. Terkait sebuah kebijakan Gunawan yang dipersoalkan oleh seorang warga di media sosial, yang diyakini memenuhi unsur pencemaran nama baik nya sebagai Kakam. Mulanya Kakam Poncowati itu sempat bertanya perihal Mou tersebut, tapi belakangan dia mau menandatanganinya.

Apa peran camat ketika itu? Alpa menjawab bahwa Camat hanya mengundang Kakam saja. Tapi pertemuan itu tidak khusus presentasi kami melainkan ada kegiatan pertemuan lainnya. Ditanya jumlah Kakam Kecamatan Terbanggi Besar yang tandatangan MoU? Alpa mengatakan semua Kakam se Kecamatan Terbanggi Besar. Untuk total se-Kabupaten Lampung Tengah berjumlah 280 orang Kakam.

Kendati demikian Alpa mengakui ada juga yang tidak mau menandatangai MoU kolektif. Biaya kewajiban Kakam sebagai “Lawyer fee” sebesar 5 juta rupiah pertahun. Ada tambahan biaya operasional yang tertuang dalam klausul di MoU dengan nominal sesuai kesepakatan setiap perkara yang ditangani oleh pihaknya.

Dilanjutkan Alpa, dalam perjanjian MoU disebutkan ada masa pembayaran. Yakni di Anggaran Dana Desa (ADD) Tahun 2020. Di akhir Tahun 2020 pihaknya mengingatkan kepada Kakam Poncowati tapi tidak diindahkan. Setelah habis tahun 2020 kami nilai sebagai perbuatan wanprestasi.

“Kami sudah ada kerjasama, pernah memberikan bantuan hukum kepada beliau. Kami sudah datang ke Poncowati. Pada saat dia akan melaksanakan kewajibannya justru tidak dibayar,” tandasnya.

Ditanya apakah Kakam Poncowati pernah membayar Lawyer fee? Alpa menjawab, belum pernah sama sekali. Kendati demikian Alpa tidak menampik bahwa Kakam Poncowati pernah memberikan biaya operasional kepada pihaknya. Saat menangani sebuah perkara laporan di Polres Lampung Tengah.

Masih menurut Alpa, suatu ketika ada pengaduan dari salah satu lembaga ke Kementerian Sekretariat Negara. Kemudian laporan itu akhirnya sampai ke Inspektorat Lampung Tengah yang kemudian melakukan pemeriksaan terkait kerjasama tersebut. Setelah kami jelaskan, akhirnya tidak ditemukan ada persoalan terkait kerjasama tersebut.

“Kerjasama itu halal tidak bertentangan dengan undang-undang. Bahkan kode rekeningnya pun ada. Cuma memang ini dicari-cari kalau menurut kami,” ucap Alpa.

Saat ditanya apakah bisa dibenarkan Kakam membayar Lawyer fee dengan menggunakan Dana Desa? Alpa menyampaikan narasi terlebih dahulu. Dia mengatakan, pada dasarnya seseorang atau badan hukum pada saat menggunakan jasa kami, yang memikirkan bagaimana membayar adalah yang bersangkutan.

Dilanjutkan Alpa, pada saat itu mereka (Kakam) bertanya apakah bisa tidak memakai uang pribadi? Kami sampaikan bisa. Karena di UU Desa nomor 06 tahun 2014, ada pasal menyebutkan Kakam mewakili pemerintah kampung didalam dan diluar pengadilan. Dia menambahkan, di Permendagri Nomor 20 tahun 2018 jelas disebutkan untuk bantuan hukum sampai kode rekeningnya.

Alpa berprinsip, seseorang yang memakai jasa pihaknya masalah uang pembayaran Lawyer fee merupakan tanggungjawab pemakai jasa. Terkait Kakam Poncowati yang menolak membayar dan tidak mengindahkan somasi pihaknya, Alpa menilai Kakam Poncowati tidak hanya melakukan perbuatan wanprestasi. Tetapi juga merendahkan martabat profesi Penasehat Hukum.

“Setidaknya dibalas lah (somasi Tosa & Partner’s). Saat ada pemeriksaan oleh Inspektorat Kabupaten Lampung Tengah, Kakam Poncowati malah mengeluarkan isu-isu bahwa perjanjian ini salah,” pungkasnya.

Sikap Kakam Poncowati yang tidak bergeming saat disomasi untuk membayar Lawyer fee sesuai kesepatan di MoU mengundang tanda tanya. Apa alasan Kakam Poncowati itu menolak memberikan Lawyer fee sebesar 5 juta rupiah? Bahkan siap beragumen di meja hijau dengan pendampingan dari seorang pengacara. Bukankah dengan demikian, dia harus merogoh kocek pribadinya untuk membayar Lawyer yang membelanya di pengadilan?

Ditemui di Balai Kampung Poncowati Senin (05/07/2021), Kepala Kampung Poncowati Gunawan Pakpahan mengatakan alasannya menolak membayar Lawyer fee karena dia sudah dipanggil oleh Inspektorat Kabupaten Lampung Tengah. Pemanggilan tersebut terjadi Tanggal 21 Januari 2021 untuk hadir di Kecamatan Bumi Ratu Nuban.

“Untuk kepala Kampung yang sudah membayar, uangnya dikembalikan ke kas negara,” ungkapnya, menirukan pernyataan lisan pihak Inspektorat.

Menggunakan Dana Desa untuk membayar Lawyer fee itu salah menurut Inspektorat? Dia menjawab, mungkin menurut Inspektorat salah. Dia menambahkan, Tosa & Partner’s sebelumnya sudah ada kerjasama dengan Bupati Kabupaten Lampung Tengah Loekman Djoyosoemarto. Gunawan sendiri mengaku tidak kenal dengan Tosa & Partner’s sebelumnya.

Masih kata Gunawan, setelah ada acara di Kantor Kecamatan Terbanggi Besar para Kakam dipertemukan oleh Camat dengan Tosa & Partner’s diruangan Camat. Tosa & Partner’s memaparkan penawaran kerjasama berupa pendampingan hukum. Mengetahui ada surat kerjasama antara Bupati Kabupaten Lampung Tengah dan Tosa & Partner’s, akhirnya para Kakam mau menandatangani MoU tersebut.

“Kalau Tosa & Partner’s pribadi langsung turun, dasarnya apa? Ya, kami tidak akan pernah ikut (tandatangan MoU),” tegasnya.

Apakah ada klausul di MoU bahwa Lawyer fee dibayar dengan menggunakan dana desa? Gunawan menjawab, pembayaran Lawyer fee dalam MoU tertulis dibayarkan dengan Dana Desa Tahun Anggaran 2020. Penandatanganan MoU dilakukan di Kantor Kecamatan Terbanggi Besar, tetapi dia tidak bisa mengingat persis waktunya.

Pasca Pilkada di Kabupaten Lampung Tengah, Gunawan dan sejumlah Kakam lainnya dipanggil oleh pihak Inspektorat Kabupaten Lampung Tengah. Inti dari pemanggilan tersebut, menyerukan kepada Kakam yang sudah membayar Lawyer fee kepada Tosa & Partner’s dikembalikan ke kas negara.

“Kalaupun ada Kakam yang memasukkan anggaran itu ke APBK positif dipermasalahkan,” ucapnya.

Dia menuturkan, dalam persidangan saya sampaikan. Kalau ada rekomendasi dari Inspektorat saya suruh bayar, pasti saya bayarkan. Jangan sampai saya menghadapi persoalan dua persoalan. Saya diminta (bayar) atas perjanjian itu, ternyata saya diminta oleh Inspektorat mengembalikan ke kas negara. Berarti ada sesuatu yang salah.

Belakangan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (PMK) Pemkab Lampung Tengah juga bereaksi. Dinas PMK meminta dirinya dan Kakam lainnya membuat surat pernyataan. Inti dari surat pernyataan itu isinya mengakui bahwa Dinas PMK tidak pernah menggiring para Kakam untuk kerjasama dengan Tosa & Partner’s.

“Kegiatan kepala kampung itu apapun bentuknya pasti ada (peran) dari Dinas PMK. Masuk dulu di RKP, masuk dalam APBK. Ketika APBK sudah berjalan semua baru Tosa masuk. Bagaimana kami akan menganggarkan itu,” tandasnya.

Dia melanjutkan, kerjasama Tosa & Partner’s tidak hanya dengan Kakam. Melainkan juga dengan Kepala SD, Kepala SMP se-Kabupaten Lampung Tengah. Pemanggilan Inspektorat di Kantor Kecamatan Bumi Ratu Nuban tidak hanya Kakam. Termasuk juga kepala sekolah SD dan SMP yang membuat kerjasama dengan Tosa & Partner’s.

Gunawan mengungkapkan, dia mendengar informasi dari seseorang bahwa perjanjian kerjasama antara Bupati Loekman dan Tosa & Partner’s dicabut. Dia meyakini dengan dicabutnya perjanjian antara Bupati dan Tosa & Partner’s, otomatis perjanjian antara dirinya dengan Tosa & Partner’s juga batal. Dikatakan Gunawan, untuk membuat perkara tersebut terang benderang, pihak pengadilan perlu menghadirkan Loekman Djoyosoemarto yang ketika itu menjabat sebagai Bupati Lampung Tengah.

“Panggil Bupatinya, jangan kami kepala kampung yang dibawah ini yang diubek ubek. Kalau perjanjian Bupati dengan Tosa dicabut, artinya otomatis perjanjian dengan Kakam dan sekolah sekolah juga gugur,” tandas Gunawan di akhir wawancara.

Jika menyimak pernyataan dari Kakam Poncowati Gunawan Pakpahan, ternyata ada peran mantan Bupati Lampung Tengah Loekman Djoyosoemarto. Sejauh mana peran Loekman? Kenapa dia mau membuat MoU dengan Tosa & Partner’s?

Di hari yang sama, mantan Bupati Kabupaten Lampung Tengah Loekman Djoyosoemarto kepada wartawan mengakui, ketika menjabat sebagai Bupati pernah menandatangani sebuah MoU dengan Tosa & Partner’s. Tapi dia buru-buru mengatakan bahwa MoU itu tidak bersifat memaksa. Loekman berdalih bahwa MoU itu adalah masukan dari Kepala Bagian Hukum Eko Pranyoto, SH.

Ditemui di rumah pribadinya di Kampung Bumi Mas Loekman mengungkapkan, dia pernah memerintahkan Kepala Bagian (Kabag) Hukum Pemkab Lampung Tengah Eko Pranyoto, SH untuk mencabut MoU tersebut. Karena mendapat teguran dari seorang Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Sumetera Selatan. Kepada Kabag Hukum Eko Pranyoto itu, Loekman meminta mengganti MoU dimaksud dengan MoU baru antara Dinas PMK dan Tosa & Partner’s. Ditanya kapan dia minta MoU tersebut diganti? Loekman tidak bisa mengingatnya.

“Cabut. Diganti MoU-nya jangan dengan Bupati tapi dengan Kepala Dinas. Terakhir saya dengar MoU itu dengan masing-masing kepala kampung,” terangnya.

Ditanya apakah Dinas PMK jadi membuat MoU dengan Tosa & Partner’s? Loekman menjawab dirinya tidak mengetahui pasti. Ditambahkan Loekman, secara umum isi MoU itu adalah pendampingan Kakam yang bermasalah dengan hukum.

“Yang lainnya saya tidak paham, karena saya sibuk juga. Tanya sama Eko mantan Kabag Hukum karena dia yang lebih tau,” pungkasnya.

Dari pernyataan Kakam Poncowati Gunawan Pakpahan, pemaparan dan penandatanganan MoU dilakukan di Kantor Kecamatan Terbanggi Besar. Lantas apa peran Camat? Apakah dia punya andil dalam terjadinya MoU kolektif para Kakam dengan Tosa & Partner’s?

Awak media mengkonfirmasi Camat Terbanggi Besar Fathul Arfin melalui pesan singkat whats app. Dikatakan Fathul Arifin, pemaparan kerjasama Tosa & Partner’s di Kantor Kecamatan Terbanggi Besar merupakan permintaan salah satu Lawyer Tosa & Partner’s yang bernama Surya.

Tentang adanya MoU antara Pemkab Lampung Tengah dengan Tosa & Partner’s, diakui Fathul memang ada dan dia melihatnya langsung. Sementara penandatanganan MoU itu memang benar dilakukan di Kantor Kecamatan Terbanggi Besar sesaat setelah pemaparan yang dilakukan oleh Tosa & Partner’s.

“Saya hanya mengetahui saja setelah mereka menandatangai MoU tersebut,” tulis Camat Fathul Arifin di pesan singkat whats App, Selasa malam (06/07/2021).

Pernyataan Kakam Poncowati Gunawan Pakpahan bahwa dia pernah dipanggil Inspektorat untuk diperiksa diakui oleh Inspektur Pembantu Wilayah II (IRBAN II) Yasir Asromi. Dia menuturkan, pemanggilan sejumlah pihak oleh Inspektorat bertujuan untuk mengumpulkan bahan keterangan. Bermula dari permintaan pemeriksaan dari Kementerian Sekretariat Negara (Kemensegneg) kepada Gubernur Lampung.

Kemudian Gubernur Lampung memerintahkan Inspektorat Provinsi Lampung, lalu Inspektorat Provinsi Lampung meminta Inspektorat Kabupaten Lampung Tengah melalui Bupati Lampung Tengah untuk melakukan pemeriksaan. Karena adanya dugaan pelanggaran peraturan perundang-undangan, terkait dengan perjanjian kerjasama antara perusahaan (Tosa & Partner’s) dengan Pemkab Lampung Tengah dan dengan para Kakam.

Menurut Yasir Asromi, dasar pemanggilan Kakam Gunawan Pakpahan serta Kakam lainnya berdasarkan data yang diberikan oleh pihak Tosa & Partner’s. Tujuan pemanggilan tersebut untuk mengkonfirmasi tentang perjanjian kerjasama antara Tosa & Partner’s dan para Kakam, sekaligus untuk mengetahui kronologinya.

“Intinya kami mengumpulkan bahan keterangan, apa yang mereka sampaikan itu yang kami catat. Kami analisa berdasarkan keterangan dari pihak-pihak lain untuk memperoleh fakta apa sebenarnya yang terjadi,” ucapnya.

Ketika ditanya, apakah ada seruan pihak Inspektorat kepada Kakam yang menggunakan Dana Desa untuk membayar lawyer fee kepada Tosa & Partner’s agar dikembalikan ke kas negara? Yasir Asromi menyanggah. Dia berargumen, kalaupun ada pembicaraan pada saat pengambilan keterangan bukan sebuah hal yang mutlak karena sifatnya lisan. Dia merasa tidak pernah mengatakan hal itu kepada para Kakam.

Temuan fakta dari pemeriksaan dan pengumpulan data yang dilakukan pihak Inspektorat menurut Yasir Asromi tidak bisa dibeberkan ke publik. Hanya bisa disampaikan dalam forum yang mewajibkan Inspektorat Kabupaten Lampung Tengah untuk menyampaikan. Hasil pemeriksaan itu sudah dituangkan dalam bentuk rekomendasi dan dalam bentuk kesimpulan. Bupati Lampung Tengah saat itu Loekman Djoyosoemarto sudah menandatangani rekomendasi dari Inspektorat Kabupaten Lampung Tengah.

“Saya tidak bisa komentar lebih jauh karena itu akan menimbulkan polemik. Bisa jadi karena ini dalam situasi yang sensitif. Yang ini merasa benar yang sana merasa benar. Saya tidak mau menimbulkan dampak yang tidak baik,” tandasnya.

Bagaimana dengan MoU baru antara Tosa & Partner’s dan Dinas PMK? Apakah Inspektorat Kabupaten Lampung Tengah menemukan faktanya? Yasir Asromi menjawab, MoU itu tidak ditemukan dalam pemeriksaan. Dari keterangan sejumlah pejabat Dinas PMK, MoU antara Dinas PMK dan Tosa & Partner’s tidak ada.

Diujung wawancara, Yasir Asromi sekilas membeberkan isi MoU antara Bupati Kabupaten Lampung Tengah dan Tosa & Partner’s. Disebutkan bahwa pengejawantahan atau turunan dari MoU Bupati dan Tosa & Partner’s, akan diturunkan dalam bentuk dengan perjanjian kerjasama antara Tosa & Partner’s dan para Kakam.

Ada yang menarik dari pernyataan Yasir Asromi. Dia menyanggah Inspektorat Kabupaten Lampung Tengah menyerukan kepada para Kakam yang terlanjur menggunakan Dana Desa untuk membayar Lawyer fee agar dikembalikan ke kas negara. Pernyataan itu bertolak belakang dengan yang disampaikan oleh Kakam Poncowati Gunawan Pakpahan. Secara tersirat, Yasir Asromi terkesan tidak mau membahas lebih jauh tentang kemungkinan adanya Kakam yang menggunakan Dana Desa untuk membayar Lawyer fee Tosa & Partner’s.

Bagaimana keabsahan perjanjian kerjasama tersebut menurut Dinas PMK? Jika Tua Alpaolo Harahap menyebut bisa menggunakan Dana Desa untuk membayar Laywer fee, bagaimana menurut Dinas PMK Pemkab Lampung Tengah ?

Kepala Dinas PMK Drs. Firdaus MM saat dikonfirmasi dengan sejumlah pertanyaan memberikan jawaban mengambang, dan cenderung berputar-putar. Membuka percakapan, awak media menanyakan keabsahan MoU antara Tosa & Partner’s dijawab Firdaus dengan narasi yang cukup panjang.

Dia menuturkan, kampung berdasarkan Undang-undang Nomor 06 Tahun 2014 diberikan kewenangan yang luas untuk mengatur rumah tangga kampungnya sendiri. Kampung sendiri bisa menjalin kerjasama dengan pihak ketiga untuk kepentingan kampungnya. Asalkan perjanjian itu dirasa sesuai sebagai win-win solusion dan ada take and gift nya .

“Ada tidak dia APBK mereka? Dianggarkan tidak untuk kegiatan itu? Karena anggaran kampung dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung (APBK),” ujar Firdaus saat ditemui di Kantor Bupati Lampung Tengah sesat usai menghadiri sebuah rapat, Kamis (08/07/2021).

Dilanjutkan Firdaus, setiap pelaksanaan kegiatan di desa yang menggunakan anggaran dana desa, baik anggaran alokasi dana desa, hasil pajak, dari bagi hasil pajak, ataupun pendapatan lain-lain yang sah itu dituangkan didalam APBK. Pertanyaannya, ketika mereka melaksanakan MoU, anggaran itu masuk dimana? Ada tidak di APBK nya? Kalau masuk dalam pos pengeluaran di APBK boleh tidak? Kalau tidak ada lalu anggarannya mau dibayar dari mana? Mereka (Kakam) ini ketika melakukan MoU dengan siapapun sama-sama harus bisa memastikan bahwa anggarannya ada.

Ketika dikejar pertanyaan oleh awak media, boleh tidak membayar Lawyer fee dari dana desa? Firdaus menjawab, kalau dana desa tidak. Setiap penggunaan dana desa itu ada rambu-rambunya dalam Permendes tentang prioritas penggunaan Dana Desa.

Dijelaskan Firdaus, Kakam boleh melaksanakan dan menganggarkan kegiatan sebagai contoh Bimtek-bimtek. Untuk penguatan kapasitas aparatur pemeritahan dan penguatan kapasitas masyarakat. Dicontohkannya, untuk kegiatan Paralegal dengan tujuan mendidik masyarakat suatu kampung agar melek hukum bisa dianggarkan di Dana Desa.

Saat ditanya apakah bisa menggunakan Dana Desa untuk pendampingan hukum? Firdaus menjawab, silahkan saja tapi mungkin bukan di Dana Desa. Sumber kampung kan banyak. Ada pendapatan desa yang sah. Silahkan kampung menggunakan sumber pendapatan desa yang sah kecuali Dana Desa, yang khusus diatur rambu-rambu dalam Peremdes tentang prioritas penggunaan dana desa.

“Kalau Permendes-nya membolehkan ya silahkan. Kalau Permendes nya tidak ada rambu-rambu silahkan cari dari sumber lain,” ujarnya.

Ditanya perihal MoU antara Bupati Loekman dan Tosa & Partner’s, Firdaus memberi jawaban yang mengambang. Menurutnya, dia tidak mengetahui adanya MoU dimaksud dan mengatakan bahwa hal itu persoalan yang terpisah. Saat wartawan menyebut bahwa Loekman sendiri mengakui pernah membuat MoU dengan Tosa & Partner’s, kembali Firdaus menjawab normatif.

“Kami tidak pernah mengelola itu. Tidak pernah kami mengurus MoU antara Bupati dan Tosa & Partner’s. Kami tidak pernah memfasilitasi MoU Bupati dan Tosa & Partner’s,”tandasnya.

Tentang adanya pemanggilan Kakam yang berkerjasama dengan Tosa & Partner’s oleh pihak Inspektorat Kabupaten Lampung Tengah di Kantor Kecamatan Bumi Ratu Nuban, Firdaus mengaku tidak mengetahui. Dia beralibi bahwa kemungkinan staffnya yang mengetahui.

“Itu saya tidak paham. Mungkin staff saya kalau mungkin tau mereka (Inspektorat) melakukan pemeriksaan tapi saya belum pernah bertemu dengan Kepala Kampung (Poncowati),” ujarnya menutup wawancara.

Keengganan Firdaus menjawab pertanyaan dengan lugas, tentang boleh atau tidaknya mengunakan Dana Desa untuk membayar Lawyer fee Tosa & Partner’s pasti punya alasan tertentu. Soal MoU Bupati Loekman dan Tosa & Partner’s yang tidak diketahuinya, memang terdengar janggal. Lalu bagaimana pendapat elemen masyarakat?

Ketua LSM Gerakan Masyarakat Cinta Tanah Air (GMCTA) Kabupaten Lampung Tengah Ahmat Basuri yang diminta komentarnya tentang konflik hukum antara Tosa & Partner’s dan Kakam Poncowati mengakui, dia sejak awal mengetahui adanya perjanjian kerjasama antara Kakam dan Tosa & Partner’s dari pengakuan salah seorang Kakam. Karena peristiwa itu menjelang Pilkada, dia memilih menahan diri agar tidak terjerumus dalam nuansa politik.

“Disini ada 2 MoU. Pertama MoU antara Kakam dan Tosa & Partner’s. Sementara MoU itu adalah turunan dari MoU antara Bupati Loekman dan Tosa & Partner’s yang dibuat sebelumnya,” ujarnya, saat ditemui di Sekretariat GMCTA Kabupaten Lampung Tengah, di Kelurahan Bandar Jaya Timur, Kamis (08/07/2021).

Basuri mengatakan, saya heran dengan sikap Inspektorat dan Dinas PMK Kabupaten Lampung Tengah. Karena tidak tegas menyatakan MoU tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau tidak. Sementara akibat dari MoU antara para Kakam dan Direktur Tosa & Partner’s, berujung kepada gugatan hukum kepada Kakam Poncowati.

Keputusan Kakam Poncowati tidak mau memberikan Lawyer fee kepada Tosa & Partner’s saya menduga karena ada sesuatu yang “dibisikkan” oleh Dinas PMK atau Inspektorat. Sesuatu yang dimaksud menyangkut ke absahan dari MoU yang menjadi dasar gugatan. Kalau tanpa hal itu, tentunya Kakam Poncowati bisa mengambil opsi untuk membayar Lawyer fee sesuai kesepakatan di MoU.

“Kalau Kakam Poncowati tidak mau pusing, berikan saja uang 5 juta rupiah kepada Tosa & Partner’s meski dengan uang pribadi. Daripada harus melawan di pengadilan sampai menyewa Lawyer lainnya. Bukankah itu berati dia siap mengeluarkan uang juga?,” tandasnya.

Sikap Dinas PMK dan Inspektorat yang apatis, lanjut basuri, membuat kasus gugatan hukum Tosa & Partner’s kepada Kakam Poncowati terus bergulir. Seakan-akan dalam hal ini Kakam Poncowati Gunawan Pakpahan berjuang sendirian. Idealnya, Kakam Poncowati mendapat pendampingan dari Dinas PMK.

Terkait kemungkinan adanya Kakam yang menggunakan Dana Desa untuk membayar Lawyer fee kepada Tosa & Partner’s, Basuri mengatakan tidak mau berspekulasi. Tetapi dia tidak menampik kemungkinan tersebut. Apalagi jika dalam klausul MoU antara Kakam dan Tosa & Partner’s ada frasa Lawyer fee dibayar dari Dana Desa Tahun 2020.

“Dari ratusan kepala kampung yang tandatangan MoU, bisa saja ada beberapa diantaranya yang terlanjur menggunakan Dana Desa untuk membayar Lawyer fee. Tapi soal ini saya bukan pihak yang berkompenten untuk memastikan,” tegas Basuri.

Jika menyimak dari pernyataan Irban Wilayah II Yasir Asromi yang berhati-hati membahas lebih jauh terkait MoU tersebut sangat sensitif, mengisyaratkan bahwa MoU dimaksud. Bahkan Kepala Dinas PMK Firdaus mengakui tidak mengetahui perihal MoU antara mantan Bupati Lampung Tengah Loekman Djoyosumarto dan Tosa & Partner’s. Ada apa sebenarnya dibalik MoU itu. (Willy Dirgantara)

Komentar